Tentang Bandung di Suatu Minggu dan Mengembalikan Harapan




Bandung selalu menjadi kota dengan kenangan sepenuhnya serta menjadi teman pendengar yang baik bagi banyak orang. Keredupan kota nya yang mulai penuh desakan manusia haus hiburan ini tentu tidak pernah hilang. Ia seperti tau caranya merangkul manusia yang berusaha mencari nafas ditengah kegundahannya. Bagi mereka yang tinggal di Jakarta, benarkan pernyataanku? Lebih lagi kenangan hangat apapun selalu bermulai dari ini.
Bercerita tentang bandung, kota ini pernah penuh menjadi bagian dari perjalanan aku dan kehilangan. Bukan kehilangan yang kurasakan, tapi lebih tepatnya meninggalkan. Kadang rasa takut akan bertahan lebih menyakitkan dibandingkan harus tetap diam membiarkan orang lain bahagia ditangan kita sendiri, sedangkan yang bisa kita lakukan hanya menciptakan kehangatan yang tidak bertahan lama. Rasanya seperti menjadi jahat merebut kebahagiaan orang lain karena memutuskan membuat diri sendiri bahagia. Yang pada akhirnya, membuatnya harus memilih hati lain yang terasa nyaman untuk menetap.
Bandung selalu ada cerita tentang disiapapun yang berada didalamnya.














Berlalu dari kota tua yang penuh cerita.
Bagaimana rasanya menjadi wanita setengah tua dengan harapan seadanya namun terasa sulit untuk dicerna. Rasanya sudah sangat sulit sekali menemukan kesenangan diluar sana. Hanya perlu menundukkan kepala, menekor mata dengan fikiran yang seirama dengan coretan tulisan tangan. Bukankah hamper dari separuh hidup dihabiskan untuk mencari, mencapai, dan menggapai.
Mencoba mencari untuk apa ia hidup sesungguhnya. Yang pada akhirnya diputuskan utuk tetap sendiri. Apa yang ingin dicapai sebelumnya, bukan berarti benar-benar dibutuhkan, hanya separuh dari rasa ingin tahu tanpa berniat melanjutkan. Di dunia yang begitu sempit iniapalagi yang bisa dilakukan selain mencari dan mengenali diri sendiri. Bukankah sebenarnya apa yang dikehendaki telah diketahui, namun begitu banyak raga ini berkilah. Seolah nalar selalu berulah mengikuti logika yang diperalat dengan bagian tubuh lainnya, selalu saja berdalih nanti akan ada saatnya. Dan ketika pada masanya tiba, raga tiba-tiba pergi tanpa perduli dengan logika. Apa itu yang disebut dewasa? 

Memulai menulis kembali terasa seperti hadir dalam kehidupan sebenarnya. Apa yang selalu tersendat menjadi pertanyaan dalam fikiran, ku coba lepaskan dengan gerakan jari tangan dalam sebuah layar yang nyaman. Naluri ku buat seolah tak perlu berlari, namun kubiarkan melayang begitu nyaman, kubiarkan mengambang hingga benar-benar tumbuh dengan sendirinya. Menuangkan perasaan dalam tulisan memang tidak segampang berkilah, hatimu memang harus menemukan jejaknya sendiri. Ia tidak akan berkilah, tidak akan seperti sepatu yang kekecilan, ia akan paham caranya menghempaskan, paham dengan caranya menyampaikan hasrat pada naluri. Yang pasti, kau tidak perlu mencari, ia akan selalu datang sendiri.

Saat kau menyatakan bersedia. Saat kau mulai paham apa yang kau butuhkan. Semua akan tiba tepat waktu. Tanpa nada yang salah, atau berbunyi pada waktu yang tidak tepat.

Mulailah selalu menulis dengan hatimu, biarkan ia bercerita dengan lancar pada naluri yang terhubung pada fikiran, biarkan ia berkembang seperti layak mendapatkan kesempatan. Jangan biarkan ia berhenti, jangan biarkan ia berhenti menemui dirimu.








Comments

Friends